Laman

Selasa, 29 Oktober 2013

PESONA KARYA PARA PENGRAJIN INDONESIA


Menghadap langit sore dimana ketika matahari menyelam kembali menuju peraduannya, dan  awan yang membiaskan cahaya merah yang membentuk kesyahduan sore ini dengan ditemani sebuah laptop dihadapanku, seolah ingin membisikkan kata romantis dan mengajak kencan bersama mencari inspirasi untuk membuat sebuah tulisan. Secangkir kopi sebagai pelembut suasana dan sebungkus Dji Sam Soe Magnum Filter yang tak kalah syahdu seolah mengejar kenikmatan sebuah perpaduan rasa yang terkolaborasi sore itu. Sembari saya menikmati anugerah Tuhan disore ini, sejenak laptop  terpusat pada sebuah website Dji Sam SoePotret Mahakarya Indonesia dan mendapatkan sebuah photo yang menjadi ide kali ini untuk dapat menulis sebuah karya yang akan saya publish di blogger saya.



Ketika menyimak photo para peserta Dji Sam Soe Potret Mahakarya Indonesia, mata saya sentak tertuju pada sebuah photo dari Thomas Kwan yang berjudul " Pengrajin Wayang Golek " . Photo yang simpel, namun bermakna implisit, menceritakan pada  hasil ukiran Indonesia yang terlupakan oleh zaman peradaban. Ukiran patung hasil Pemahat Indonesia dan berjaya di mata dunia namun tidak mendapat tempat di mata masyarakat Indonesia, mengapa hal ini bisa terjadi ? mengapa fokus masyarakat hanya dapat melihat milik negara lain tanpa menyadari potensi alam dan sumber daya yang ada di Indonesia. Kita negara yang memiliki aset yang sangat kaya dan sudah diakui oleh badan PBB. Budaya, seni, peninggalan-peninggalan sejarah, artefak-artefak, sumber daya alam, bangunan yang alami maupun hasil Mahakarya tangan Indonesia,keindahan panoramanya. Kita memiliki semua itu, hanya saja kita berpura-pura seolah-olah tidak mengetahuinya.

Photo yang berjudul Pengrajin Wayang Golek ini sekilas mengingatkan pada satu moment memalukan yang pernah saya alami. Dimana ketika budaya Indonesia diperkenalkan oleh mancanegara yang berkunjung ke Indonesia didepan khalayak publik di Solo. Disini saya akan menceritakan moment yang memalukan itu dan ini menjadi alasan saya untuk semakin melestarikan budaya Indonesia dan memperkenalkannya ke dunia internasional.

Tepatnya malam hari di bulan September 2013, saya mendapatkan undangan dinner dari  salah seorang dosen saya di perguruan tinggi Universitas Sebelas Maret (UNS) di Solo. Pada saat itu, langsung yang timbul di otak saya adalah restoran dengan makanan Eropa dikarenakan beliau lama tinggal di Eropa ( Hahahaha, maklum otak mahasiswa yang pingin nyicipin makanan Mewah). Membutuhkan waktu lebih dari sejaman untuk mencari lokasi dinner karena melewati gang kecil dan jalan berbelok dan juga kebetulan saya orang pendatang di Solo ini, berasal dari kota Medan,  kemudian merantau ke Solo dengan alasan  untuk menimba ilmu dan memperkaya wawasan.

Setibanya saya dilokasi, mata saya disuguhkan dengan sebuah gedung kuno peninggalan belanda ( mungkin sudah berumur 60 tahunan ), cat eksterior nya berwarna hijau dan putih dengan kombinasi coklat tua pada kayu jati alami, dan interiornya bertema klasik dengan perpaduan nuansa jawa, sama halnya seperti bangunan keraton Solo dan dinamakan dengan Angkringan Pendopo. Suasananya pun sangat hening, sejuk , damai dan agak sedikit mistis. Menurut saya pribadi, suasana yang terbentuk sangat tradisional toempoe doeloe. Jauh dari ekspektasi saya diawal .








Namun ada hal yang sangat berbeda disini, furniture nya memang terlihat lebih kaya dengan berbagai ukiran-ukiran serta patung wajah  Punakawan dan Petruk yang merupakan  tokoh dalam pewayangan Jawa. Kemudian ada ukiran yang dari kayu seperti gasing (permainan yang dapat berputar pada paksinya sambil mengimbang pada satu titik ),  Dakon (permainan congklak ) dan pahatan kursi, meja  yang antik dan juga piring gelasnya pun diberikan aksen tradisional  lain. Sehingga membentuk suasana menjadi klasik,kuno namun elegant.















Suguhan yang sangat berbeda dari apa yang pernah saya alami sebelumnya, dan menurut saya ini pengalaman yang sangat menarik karena dizaman sekarang ini jarang kita menjumpai restoran yang bertemakan angkringan  didalam sebuah bangunan kuno. Penyajian makanan nya merupakan kombinasi jajanan-jajanan khas Solo untuk makanan ringannya dan untuk makanan beratnya seperti halnya angkringan yang ada di Solo dan Jogjakarta.



Kebanyakan pengunjung yang ada diresto angkringan ini adalah bule, mereka datang dari  Jerman, Prancis maupun  Korea. Saya mencoba sesekali berkomunikasi dengan mereka dengan bertanya bagaimana pendapat mereka tentang Angkringan Pendopo ini.
This is very awesome. The theme is traditional so i eat Indonesia food while enjoy typical carvings of Indonesia. I wanna learn how to carve this sculpture. ~ Bug Young
Bug young mengatakan dia sangat tertarik dengan budaya Indonesia dan ingin sekali belajar bagaimana caranya mengukir patung-patung yang di pamerkan diresto angkringan ini. Bug young yang berasal dari Hongkong datang ke Indonesia untuk belajar bahasa Indonesia. Selanjutnya, dia mengatakan sering menghadiri pasar triwindu yang merupakan pasar yang khusus disediakan untuk para pemahat dan pengrajin seni di Solo. Dan dia menjelaskan bahwa Ukiran yang ditampilkan ini merupakan ukiran tangan dari pengrajin asal Solo yang ada di pasar triwindu (dalam hati : kenapa dia lebih tau daripada saya). Saya sebagai pemuda lokal  merasa malu  mendengarkan dia menjelaskan tentang ukiran Indonesia. Harusnya saya yang menjelaskan nya kepada mereka, namun malah sebaliknya.

Dengan kejadian itu, Saya begitu menyadari tentang sebuah culture yang kita miliki, keberanekaragaman budaya, bahasa, seni dan juga ukiran yang tercipta dari sebuah leluhur yang menjadi Mahakarya Indonesia. Kita memiliki Sumber Daya Manusia yang handal, yang mampu mengenalkan pahatan-pahatan Khas Indonesia dikanca Internasional. Menciptakan ragam pahatan yang menjadi salah satu topik yang hangat dibicarakan pada acara-acara ukiran Internatioanal. Seharusnya kita bangga dan mempelajari serta melestarikan budaya kita. Sebagai pemuda, mari kita membantu pengrajin-pengrajin Indonesia mempromosikan hasil pahatan mereka, sehingga tidak termakan oleh zaman. Kita negara yang kaya akan potensi bumi kita, dan Negara lain harus tahu tentang itu.
Ketika orang luar memuji dan ingin belajar kekayaan budaya kita, kebanyakan dari kita malah mengabaikan milik budaya kita sendiri. Ketika negara tetangga mengklaim budaya kita, barulah kita protes dan peduli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar